Let's exchange and have some discussion in the comment box!
Jika membicarakan drama Korea Selatan, yang terbersit di kepala adalah kisah cinta yang romantis. Namun, apakah kisah romantis mereka berakhir ke pelaminan seperti kisah cinta di Indonesia? Bulan Juli kemarin, media mulai menyoroti fenomena #NoMarriage yang terjadi di Korea Selatan. Fenomena ini berawal dari keengganan perempuan Korea Selatan untuk membangun rumah tangga. Gaya hidup ini disebut dengan bi-hon (tidak menikah, tidak memiliki anak). Sebenarnya fenomena perempuan Korea Selatan untuk tidak menikah sudah muncul sejak tahun 2001 lalu, dengan sebutan Gold Miss. Namun, waktu itu perempuan yang tidak menikah adalah perempuan dengan karir cemerlang yang memiliki gaji tahunan 400juta rupiah dengan rentang usia 30an - 40an. The Korea Employment Information Service mengatakan jumlah Gold Misses yang di Korea Selatan mengalami kenaikan lebih dari 10x selama 5 tahun terakhir, dari 2.152 di tahun 2001 menjadi 27.223 di tahun 2006. Tidak hanya ada julukan Gold Miss, namun ada juga julukan seperti Platinum Miss dan Silver Miss. Semua itu dikelompokkan berdasarkan penghasilan mereka. Korea Selatan adalah negara yang warganya menganut ajaran Konfusianisme. Poin utama dari ajaran ini adalah gagasan mengenai hubungan antara manusia, dimana sikap kita menentukan sikap orang lain terhadap kita. Peranan laki-laki dan perempuan juga diatur dalam konfusianisme. Laki-laki diharapkan menjadi pemimpin yang baik, sedangkan perempuan menjadi istri yang baik. Namun, karena adanya kesempatan mendapatkan pendidikan yang sama para perempuan mulai berpikir ulang tentang pernikahan. Disamping itu, biaya hidup yang tinggi di Korea Selatan membuat warganya enggan untuk menikah dan memilih untuk fokus dengan hidupnya sendiri. "Perempuan mulai menyadari bahwa mereka tidak perlu bergantung kepada laki-laki untuk mendapatkan kebahagiaan dan kenyamanan hidup", kata Bae Eun Kyung seorang asisten profesor sosiologi di Seoul National University.
Tentu saja keputusan tersebut mendapatkan cibiran dari masyarakat, mengingat Korea Selatan menganut Konfusianisme sejak dahulu. Namun perubahan sosial yang terjadi tidak dapat dihindari. Munculnya fenomena #NoMarriage adalah salah satu bentuk protes perempuan terhadap norma sosial dan memiliki tujuan untuk memberikan dukungan kepada perempuan yang memutuskan ingin berfokus pada diri sendiri dibandingkan menikah. Bukan berarti fenomena ini menolak dan menentang pernikahan, gagasan dari fenomena ini untuk menentang masyarakat melihat perempuan sebagai properti milik 'seseorang' dan tunduk terhadap laki-laki. Kalau kita bandingkan dengan Indonesia, fenomena yang dihadapi Korea dengan Indonesia sangatlah kontras. Berdasarkan data yang dirilis oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA), angka perkawinan anak yang terjadi di Indonesia mendapatkan peringkat ke-7 di dunia. Meskipun begitu, tidak menutup kemungkinan bahwa beberapa tahun atau belas tahun atau puluh tahun lagi Indonesia akan berada di titik balik seperti yang dialami Korea Selatan. Lawan kita sama, patriarki hanya situasi saja yang berbeda. Negara Korea Selatan dengan ekonomi yang sudah maju dan pendidikan yang lebih merata membuat gerbang perubahan sosial terbuka. Ketika perempuan Korea Selatan melawan seksisme, kita melawan RUU PKS.
0 Comments
Leave a Reply. |
AuthorPanggilannya Bella, seorang yang......begitulah Archives
September 2018
Categories
|